Ketika Tawang Alun Melintas

Ketika 'Tawang Alun' melintas di depanku pukul 8 pagi, Jiwaku terbang ke Kota Bunga yang kemudian membawaku singgah ke ruang sempit 2x3 meter di lantai dua pelataran Sutami.
Di sana Aku menghabiskan malamku bersama seorang pelacur mabuk sampai adzan subuh berkumandang.
Seakan-akan Aku tak peduli panggilan Tuhan itu karena hangat pelukannya terasa menusuk sampai ubun-ubun.
Malam bercinta dan siang menggelinjang di halaman sebuah pertokoan besar seberang jalan Warung Rizky.
Tertawa terbahak ketika berbicara tentang masa depan.
Tersenyum ketika berbisik tentang berapa modal yang harus keluar untuk biaya pernikahan dan nama-nama lucu untuk bayi-bayinya kelak.
Marah ketika Aku meraba pinggul seorang gadis cantik.
Dan menangis ketika...
Masih di Kota Bunga..
Kota yang menyimpan sejuta bekas kondom merk Sutra yang Aku buang hampir di setiap malamnya.
Kota yang menjadi saksi ketika Aku berjalan bergandengan tangan dengan pelacur itu.
Kota yang menjadi tempat luapan kegembiraanku ketika Gol Joao Carlo membobol kandang Persekabpas yang kemudian jalanan menjadi mengharu biru.
Dan ketika hujatan demi hujatan Aremania menusuk punggung Miraslov Janu sampai akhirnya Beliau pergi meninggalkan Kota Bunga.
Kota yang menyimpan kenangan di setiap inci jalannya.
Ijen.Gajayana.Kedawung.Belimbing.Pasar Besar.Matos.JatimPark.Sengkaling.Payung...
sampai Sutami.......

Pukul 2 siang.
Akhirnya 'Tawang Alun' harus pulang.
Jiwaku pun harus pulang..
Kembali ke Panjaitan 12 untuk menghadapi realita hidup yang lambat launmulai dapat kupahami.